Web Hosting

Follow me on Face Book

Followers

Amazone



Saturday 5 June 2010
 Sekilas kulihat siaran televisi lokal yang memberitakan Rumah Keluarga Gubernur Papua Barat diamuk dan dilempari batu gara-gara melihat ada warga yang ditabrak oleh mobil yang "ber-plat merah".

Kita tidak tahu persis peristiwa yang melatar belakangi pelemparan batu tersebut, namun apapun kejadiannya yang mengusik nurani kita adalah "dimanakah kesantunan bangsa kita ini?".

Kalau ini tidak mau disebut sebagai kegagalan Pendidikan kita, lantas apakah yang harus dijadikan skala prioritas dalam mengatasi persoalan ini?
Kalau memang sulit untuk merubah karakter bangsa kita yang sudah remaja dan dewasa, kenapa kita tidak mau memulai  dari hal hal yang paling mendasar yakni memperbaiki struktur pendidikan di Usia Dini (TK, SD dan SMP?).


Matematika, IPA, Bhs.Indonesia, Bahasa Inggris mendapat tempat yang sangat layak di Ujian Nasional! Namun dimanakah posisi PKn dan Pendidikan Moral (Agama)?

Para Politikus di tingkat daerah sebenarnya punya cukup andil besar dalam melakukan pendidikan langsung kepada masyarakat. Namun sayang....kebanyakan para politikus tersebut lebih banyak yang melakukan pendidikan kurang terpuji kepada massyarakat. Banyak sekali Para Politisi yang gagal dalam Pemilukada menjadi pemicu atau penggerak demonstrasi yang brutal . Dalil dan argumentasinya macam-macam, ada yang mengatakan "Demokrasi", ada yang merasa "dicurangi" , namun pada dasarnya adalah pelampiasan ketidak puasan yang salah kaprah dan tak lagi proporsional. Apalagi pada demonya tersebut melibatkan "aktor bayaran"...halah.....
Thursday 3 June 2010
Menyeruak berita diberbagai media bahwa Anggota DPR meminta anggaran 15 Milyar per orang per tahun untuk Dana Alokasi Pembangunan Daerah Pemilihan darimana Asal Anggota DPR tersebut dipilih. Hal tersebut dikenal dengan sebutan "Dana Konstituen.Ini sebenarnya sudah menjadi rahasia umum di era reofrmasi . Dengan dalih sebagai dana pembangunan dan pengembangan Dapil, maka dana tersebut diminta "pengalokasiannya" oleh Anggota DPR.

Kalau dilihat dari tugas dan wewenang DPR sebagai lembaga legislasi sebenarnya ini merupakan pelanggaran terhadap sebuah fungsi konstitusi. DPR seharusnya bertugas menciptakan perangkat aturan dan pengawasan dalam pembangunan Indonesia baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik Biarlah para birokrat yang menjalankan tugas/action di lapangan.

Adanya permintaan tersebut ditenggarai oleh beberapa pihak sebagai akal-akalan anggota DPR untuk mengeruk/mengais sebagian dana dari APBN untuk dialirkan kepada Partainya, Kroninya dan atau bahkan koceknya sendiri. Tidak perlu dipungkiri bahwa "nanti" pada pelaksanaannya sang anggota tersebut akan terlibat/mencampuri dalam hal :
  • Daerah mana yang harus dibangun dengan dana alokasi tersebut.
  • Siapa Kontraktor / Lembaga yang akan menangani proyek pembangunan tersebut
Tidak perlu memungkiri, sebab pada kenyataannya seperti itulah yang terjadi baik ditingkat DPRD I, DPRD II dan kini DPR pusat.

Kenapa baru sekarang terjadi permintaan dana tersebut?

Dalam dua periode pemilihan 2004 dan 2009, banyak anggota DPR yang naik kelas dari DPRD I dan II. Sehingga menurut saya, "penyakit tersebut" ikut terbawa naik kelas. Kenikmatan selama ini di tingkat yang lebih rendah (I dan II) kini statusnya meningkat ke titik pusat kekuasaan.

Beberapa anggota DPR yang tidak setuju dengan ide ini, berargumen bahwa hal ini akan mengakibatkan :"Yang Kaya makin kaya , Yang Miskin makin miskin". Hal ini sangat masuk di akal , coba saja anda bayangkan dan atau bandingkan, berapa Anggota DPR asal Jawa Barat (misalnya) dibandingkan dengan Anggota DPR asal Papua? Tentunya Jawa Barat lebih banyak dibanding Papua, secara otomatis dana yang menggelontor ke Jabar-pun akan lebih besar dibanding ke Papua.

Kalau kita berfikir jernih, seharusnya kalau sudah jadi anggora DPR pola pikirnya jangan lagi ke dapil atau ke Partai, melainkan "RAKYAT INDONESIA dari SABANG hingga MERAUKE". Biarlah DAPIL dan PARTAI itu merupakan Ibu yang melahirkan dan membidani Anggota DPR. Tatkala sudah duduk di Senayan, alangkah baiknya berfikir NASIONAL saja.

Namun begitu, selalu saja akan jadi bahan perdebatan yang berkepanjangan, yang pada akhirnya dikembalikan lagi kepada Nurani masing masing Anggota Dewan, terutama yang mengusulkannya.

Kalau masih punya NURANI.

Cibarusah, Awal Juni 2010


Friday 28 May 2010
Seberapa Pengaruh Buruk Sekber Golkar Jilid 2 terhadap Pemilih di Daerah?


Bayi ajaib yang lahir dari kandungan yang kurang jelas itu bernama Sekber Koalisi. Kalau yang membidani kelahiran bayi tersebut sudah jelas adalah Partai Koalisi yang dibawah komando Kepala Bidannya yaitu Partai Demokrat (SBY).

Lahirnya sekber koalisi tersebut sebenarnya tidak juga mengundang perhatian, jika saja ketua hariannya bukan seorang Aburizal Bakrie. Yang menjadi sorotan utama dalam kelahiran Sekber Koalisi (sebagian orang menganggap Seber Golkar Jilid 2) adalah :

• Tampilnya sosok Ical yang fenomenal (atau kontroversial?) sebagai Ketua Harian, yang mana Bung Ical sendiri oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai biangnya Lumpur Lapindo dan terkait dengan tak jelasnya pajak dari beberapa pertambangan batu baranya. Namun secara legal formal…..bencana Lapindo sendiri sudah di claim sebagai “Bencana Nasional” sedangkan masalah pajak, hingga saat inipun nggak jelas juntrungannya. Maka kalau menganut azas praduga tak bersalah, maka Bung Ical itu adalah “bersih” dari kedua permasalahan tersebut. Hanya saja dugaan dan penilaian masyarakat akan tetap ada…..

• Kewenangan yang diberikan kepada Sekber Koalisi tersebut dilansir beberapa pengamat telah melebihi batas toleransi, yang katanya “dapat memanggil menteri atas seijin presiden”. Bahkan saya pernah menonton Acara di Metro TV, bahwa jika kewenangan yang demikian bisa dianggap oleh beberapa pengamat politik kelas atas sebagai melanggar konstitusi.

• Kelahiran dan sosok yang tampil, sangat kontras seiring bertepatan waktunya dengan “lengser keprabonnya” Srikandi Ekonomi Indonesia “Sri Mulyani”. Seperti kita ketahui, hubungan antara Bung Ical dan Jeng Srie cukup menghangat akhir-akhir ini.

• Faktor komporisasi dari tokoh Golkar sendiri yang begitu Bung Ical terpilih dan Jeng Sire lengser, ada yang mengeluarkan statement “Kasus Bank Century” bisa dipeti-eskan. Sehingga komentar tersebut lebih mengarahkan makna “koalisi” ke arah “konspirasi”.

Sejauh apa pengaruh kepada khalayak pemilih Golkar di akar rumput?

Secara jujur berdasarkan pengamatan lokal, pengaruh sekber Golkar dan sosok Ical sendiri hampir tidak berpengaruh terhadap simpatisan Golkar ditingkatan akar rumput. Hal ini berdasarkan kepada;

1. Sebagai Partai yang sudah dewasa, Golkar sudah punya massa tetap yang sulit untuk berubah pikiran. Selain itu pemilih di daerah akan lebih terpengaruh oleh sosok pemimpin daerah/lokal-nya dibanding tokoh ditingkat nasional.

2. Golkar sendiri sudah berpengalaman dalam manajement konflict dan pencitraan, sehingga pada 2014 nanti tidak perlu khawatir sehingga harus mengeluarkan statement yang berbau menjilat kepada penguasa.

3. Rata rata pemilih di kalangan akar rumput bersifat pragmatis bukan ideologis. Tingkat fanatisme terhadap sebuah parpol akan luntur oleh sosok/figur yang tampil pada saat 2014 nanti. Pragmatisme tersebut bisa lahir akibat kedekatan keluarga, persahabatan, pertemanan , hubungan kerja, dan yang paling mendominasi adalah……..uang/materi?

Gak percaya ?

Mari kita buktikan saja di 2014 atau di Pilkada…..adakah balon yang berhasil duduk tanpa keluar duit ?
Namanya juga pengamat Localhost...!

Wallahu alam.
Pertanyaan tersebut meluncur dengan sendirinya, selepas membaca sebuah berita bahwa "bisa saja" terjadi kiamat kecil konstitusi untuk kembali lagi ke UUD 45 sebelum di Amandemen.
Wacana ini memang sudah terdengar sejak jaman awal reformasi yang sebenarnya di gagas oleh "BARNAS". Namun tentunya latar belakangnya berbeda antara wacana yang dulu dengan latar belakang wacana belakangan ini. Apalagi menurut sumber berita tersebut hal ini untuk dimungkinkan agar SBY dapat terpilih kembali utnuk ketiga kalinya menjadi Presiden RI. Alasannya belum ada figur calon Presiden yang lebih baik dari yang ada sekarang.

Aku merenung.....mengingat pepatah lama bahwa kegagalan seorang pemimpin salah satunya adalah mempersiapkan calon penggantinya. 32 tahun Soeharto berkuasa, sebenarnya berhasil menumbuhkan kader kader calon pemimpin besar negeri ini. Namun karena haus kekuasaan dari Soeharto, maka kader kader tersebut "mati muda" alias layu sebelum berkembang. Sebut saja Ali Sadikin, M Yusuf....Solihin G.P, adalah figur figur pemimpin yang disukai rakyatnya. Namun sayang tidak diberi tempat yang layak untuk tumbuh dan berkembang di lahan yang subur.

Apakah tirani kekuasaan di Negeri ini akan kembali terulang dengan dalih belum ada sosok pengganti SBY?
Lalu kapan kita mau belajar demokrasi dengan benar? dan tidak merekayasa konstitusi untuk kepentingan kelompok tertentu atau perseorangan?

Ada apakah sebenarnya kalau Presiden nanti anak muda seperti Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, Rizal Malarangeng.? atau Wiranto, Prabowo, Amin Rais, Sutrisno Bachir, Tifatul Sembiring, atau Hidayat Nurwahid? Atau bahkan Soesno Duadji?

Jika saja semua tokoh cerdik cendekiawan, para pakar dari berbagai disiplin ilmu mau tunduk kepada pilihan rakyat, maka siapapun yang jadi presiden, harusnya tidak perlu dipermasalahkan! Siapapun nanti yang terpilih, itu adalah amanah rakyat yang harus didukung oleh semua orang perorangan dan kelompok yang ada di Negeri ini. Banyak yang bicara kedaulatan rakyat, namun tingkah lakunya malah melukai amanat rakyat itu sendiri. DPR yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyatnya...sepertinya kini menjadi penyambung lidah penguasa di Partainya.

Kwiek Kian Gie pernah mengatakan bahwa memilih presiden yang dilakukan dengan jutaan rakyat Indonesia belum tentu kualitasnya lebih baik jika dipilih oleh MPR yang 500 orang. Itu salah satu alasan Kwiek untuk melontarkan gagasan agar Presiden kembali dipilih oleh MPR agar jelas pertanggung jawabannya.

Soal Legitimasi ? Kurang apa legitimasi SBY dengan 60 % suara mayoritas memilihnya?
Kenapa harus main mata dengan mitra koalisi dan membentuk sekber koalisi?

Presiden mendingan tegas dan percaya diri dalam membangun struktur kabinetnya tanpa harus perlu mengakomodasi kepentingan partai politik, tapi akomodasilah kepentingan Rakyat banyak. Jangan takut DPR/MPR tidak mendukung, asal langkah SBY sesuai konstitusi dan berpihak kepada kepentingan Rakyat, pasti akan dibela mati-matian apabila ada yang mencoba mengutak-ngatiknya sbelum masa jatuh tempo....
Tuesday 25 May 2010
Top Page

Keberhasilan Anas Urbaningrum dalam meraih Demokrat 1, menghembuskan berbagai harapan baru baik bagi Partai Demokrat itu sendiri maupun perpolitikan nasional. Harapan-harapan baru tersebut tercetus dari banyaknya pendapat para pengamat politik “papan atas” dari berbagi kalangan (internal maupun eksternal Partai Demokrat).


Track record politik AU tak akan dibahas dalam tulisan ini, karena sudah banyak dikupas para ahli yang memang tahu banyak sepak terjang Sang Harapan Baru tersebut. Dalam tulisan kali ini saya hanya membatasi dan ingin melihat bagaimana AU melakukan komunikasi politik di DPR, pasca terpilihnya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Seperti kita ketahui bahwa MA (Marjuki Alie), kandidat yang diunggulinya, adalah Ketua DPR RI. Sedangkan AU sendiri adalah adalah anggota DPR. Yang satu ketua DPR, yang satunya lagi Ketua Partai, kedua-duanya dari partai yang sama dan baru selesai bersaing “memperebutkan” Demokrat 1. Seingat pengetahuan saya, dan sekarang terjadi di banyak tempat, setiap ketua partai yang berhasil duduk di Legislatif (DPRD II, DPRD I,) senantiasa menjadi ketua atau wakil ketua. Akan sangat menarik untuk kita saksikan bersama bagaimana kesantunan berpolitik AU dalam berkomunikasi dengan MA di DPR RI.

Kenapa saya tertarik ?

Pagi hari selepas AU terpilih, saya ngobrol dengan tetangga perihal bagaimana kedudukan dua bersaudara (AU dan MA) ini di DPR. Tetangga saya bilang, bahwa Anas akan mundur dari anggota dewan. Entah sumber beritanya darimana, katanya sih dari Televisi. Saya coba cari berita di Internet dan segampang membalik telapak tangan….berita tersebut bertebaran di dunia maya (http://www.detiknews.com/read/2010/05/24/002215/1362618/10/raih-pd-1-anas-siap-mundur-dari-dpr?n991101605).

Saya selaku orang pinggiran dan kampungan sangat bingung dan terperanjat. Puluhan tahun saya sekolah dan berguru kepada para ustadz di kampung, mereka selalu memberikan petuah bahwa “Kepentingan Nasional harus di dahulukan diatas kepentingan pribadi dan golongan”. Saya berfikir……menjadi anggota DPR itu adalah untuk kepentingan Nasional. Dengan adanya Anas di DPR, banyak masyarakat yang merasa terwakili dan terkagum/memuji terhadap kesantunan berpolitik Anas. Sedangkan menata dan membangun Partai Demokrat itu derajatnya tidak lebih tinggi dari mewakili rakyat Indonesia secara menyeluruh dan lintas partai/lintas golongan.

Ataukah ajaran tersebut kini sudah bergeser? Banyak orang pintar sangat mahir memainkan dalil untuk berkelit, cerdas berdebat mencari dalil pembenar. Saya juga jadi kepengen tahu…apakah benar Anas Urbaningrum yang saya banggakan tersebut akan mundur dari DPR? Kita tunggu saja, walaupun harapan saya semoga Anas tetap di DPR.

Beban berat?

Semakin tinggi derajat keilmuan seseorang, akan semakin tinggi derajat kesulitan ujian yang diberikan Tuhan. Namun Tuhanpun memberikan jaminan “pasti” bahwa; “Tuhan tidak akan membebani mahlukNya, melampaui kemampuannya.”

……………………………………..

Akhirnya saya lari ke kamar dan bercermin, siapakah saya? koq berani-beraninya berkhotbah tentang politik kepada pakarnya?

Kalau secara umur, maka wajar jika saya berkata pada AU: “ Nas….Anas…..jangan mundur dari DPR!”


Anas Urbaningrum success in gaining the Democratic one, blowing a variety of new hope for both the Democratic Party itself and national politics. New hopes are sparked from the many political observers think "top" of the sharing circles (internal and external Democrats).


AU political track record will not be discussed in this paper, since a lot of experts who had shelled out a lot of football lunge is the New Hope. In this article I am only limiting and wanted to see how the AU political communication in the House, after the election to be Chairman of the Democrat Party.


As we all know that the MA (Marjuki Alie), candidates who diunggulinya, is Chairman of the House of Representatives. While the AU itself is a member of Parliament. One was chairman of the House, the other was the Chairman of the Party, both of the same party and had just finished competing "fight" the Democrats first. Recollection of my knowledge, and is now happening in many places, every party chairman who managed to sit in the legislature (DPRD II, DPRD I,) ever become chairman or vice chairman. It would be very interesting to see together how we are playing politics AU politeness in communication with the MA in Parliament.


Why am I interested?


The morning after the AU was chosen, I was chatting with neighbors about how the position of two brothers (AU and MA) in the House of Representatives. My neighbor told me, that Anas will resign from the board members. Whether the news source from which, he's from TV. I tried looking for news on the Internet and as easy as turning the palm of the hand .... The news spread in cyberspace (http://www.detiknews.com/read/2010/05/24/002215/1362618/10/raih-pd-1- Anas-ready-to-back-from-the House? n991101605).


I as the countrified suburbs and is very confused and shocked. My decades of school and learning from the teacher at the village, they always give advice that "National Interest must at dahulukan above personal interests and groups." I think ... ... a member of Parliament was to national interests. With the existence of Anas in the House, many people who feel represented and amazed / praise of politeness in politics Anas. While organizing and building the Democratic Party's rank no higher than represent the people of Indonesia as a whole and across party / cross faction.


Or is that teaching has now shifted? Many people are very adept at playing smart argument to twisted, intelligent argument for the proposition justifier. I am also so kepengen know ... if it was true that I boast of Anas Urbaningrum will resign from the House of Representatives? We just wait, though I hope Anas may remain in Parliament.


Heavy load?


The higher degree of scientific person, the higher the degree of difficulty God-given exam. But the LORD give guarantees "certain" that, "God will not burden the mahlukNya, beyond his ability."


Finally, I ran into the room and the mirror, who am I? Why  had the nerve to preach about politics to the experts?

If the ages, then the fair if I said the AU: "Nas .... Anas ... .. do not back down from the House!"



About Me

My Photo
zappra
Ordinary People with Ordinary Thinking
View my complete profile