Web Hosting

Follow me on Face Book

Followers

Amazone



Wednesday 16 March 2011
Catatan Evaluasi dan Tafakkur Empat Tahun Jalannya Kepemimpinan Bupati-Wakil Bupati Partai Keadilan Sejahtera, Sa’duddin-Darip di Kabupaten Bekasi :

GERAKAN RP 5M HADAPI
PEGAL DAN GATAL DI BEKASI

Masa empat tahun perjalanan SADAR (Sa’duddin-Darip), Bupati-Wakil Bupati yang diusung oleh PKS dan dimenangkan KPU Kabupaten Bekasi hasil Pilkada 11 Maret 2007, dengan segala obyektifitas sewajibnya mendapat perhatian dan jadi renungan bersama untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik. Buah dari perjalanan empat tahun kepemimpinan SADAR, Rakyat dan Kabupaten Bekasi dijangkiti wabah penyakit PEGAL-PEGAL hingga mengalami GATAL yang mengakibatkan pemiskinan struktural dan kultural secara sistematis dan laten. PEGAL yang dimaksud adalah PEmerintahan Gagal, bahkan secara keseluruhan mengalami GAgal total.
Setidaknya ada lima hal yang menjadi indikator utama Lima Wabah PEGAL dan GATAL di Bekasi tersebut :
Pertama, Gagal wujudkan teladan, amanah dan kepercayaan rakyat untuk hadirkan kepemimpinan dan pemerintahan yang bersih, bebas korupsi dan professional.
Kedua, Gagal menegakkan moralitas public yang menyatukan dan memanusiawikan rakyat Bekasi dengan menjamin ketersediaan segala kebutuhan dasar dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Ketiga, Gagal menghadirkan keadilan dan kesejahteraan ekonomi sehingga kepemimpinannya menjadi penyebab utama menjamurnya kemiskinan, kelaparan, kesenjangan social, ketimpangan ekonomi serta melukai rasa keadilan rakyat di berbagai bidang.
Keempat, Gagal wujudkan rasa aman dan keamanan yang ideal, ketertiban dan keharmonisan antar warga dalam bentuk merebaknya kejahatan lingkungan, amburadulnya masalah transportasi, infrastruktur, yang semuanya amat membebani rakyat dan juga merugikan pengembangan dunia usaha sebagai sector strategis di Bekasi.
Kelima, puncaknya, Gagal mencapai arah, focus dan target pembangunan yang diharapkan dan menjadi aspirasi rakyat karena lebih mengutamakan ambisi pribadi, kepentingan partai pengusung, kelompok dan jaringan kroni yang dibungkus dengan isu moral dan atas nama symbol keagamaan yang disalahartikan.
Tak mengherankan sejak awal dimenangkan KPU, pasangan tersebut memang menang tanpa legitimasi moral dan politik yang memadai. Siapapun dapat memahami beberapa fakta dalam Pilkada 11 Maret 2011 dengan beberapa indikator di bawah ini : Pertama, ada suara dan aspirasi 621.929 rakyat yang berhak memilih tidak dapat menyalurkan hak suaranya dalam sebuah Pilkada dari 1.439.987 pemilih terdaftar. Kedua, calon kepala daerah yang dimenangkan, Sa’duddin-Darip Mulyana dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) cuma mengantongi 195.857 suara alias 13,6 persen dari seluruh jumlah pemilih terdaftar sudah jadi Bupat-Wakil Bupati versi KPUD, karena tak satupun pasangan lain atau saksi ikut mengesahkannya. Ketiga, hasil riset terbaru Lembaga Survei Indonesi (LSI) menyatakan tingkat toleransi money politic masyarakat pemilih Kabupaten Bekasi mencapai 60 persen lebih, angka yang di luar ambang batas normal dibanding Kabupaten/kota dari manapun di Indonesia. Dan, akhirnya berbagai upaya hukum dari 5 (lima) pasang pesaingnya dengan jumlah kolektif sebanyak 858.878 suara tidak membuahkan hasil karena ruang hukum dan jalan untuk mencari keadilan tidak tersedia melalui penyelesaian sengketa Pilkada. Saat itu belum ada proses keputusan Pilkada melalui Mahkamah Konstitusi dan belum beredar kekuatan situs jejaring social seperti facebook, tweeter dan sebagainya. Jika kembali ke masa Pilkada Bekasi 11 Maret 2007, hamnpir dipastikan akan mengalami seperti di Tangerang Selatan ataupun Pilkada Jawa Timur yang diulang sampai tiga kali.
Itulah data obyektif, hasil Pilkada di Kabupaten Bekasi, daerah gerbang Jakarta, yang berlangsung pada 11 Maret 2007 lalu, amat pantas menjadi renungan bersama seputar makna dan hakikat demokrasi dalam Pilkada. Sebatas pengamatan saya, berdasarkan fakta tersebut, pantaslah kita melakukan introspeksi dan tafakkur bersama bahwa Pilkada langsung kabupaten Bekasi disebut dengan Pilkada terburuk dibanding dengan pilkada daerah lainnya.
Dengan legitimasi yang sangat rendah dalam proses demokrasi Pilkada yang amat buruk, dimana kedaulatan rakyat tidak tercermin sama sekali sementara proses hukum dan keadilan tidak mendapat tempat untuk menimbangnya.

GERAKAN RP 5 M
Mencermati kompleksitas dan akutnya penyakit PEGAL dan GATAL dengan segala dampaknya yang dialami oleh kepemimpinan di kabupaten Bekasi saat ini, dan menjelang satu tahun ke depan menyongsong Kepemimpinan Baru dan Pemerintahan Transformatif, maka dibutuhkan sebuah tekad dan niat suci bersama disertai gerakan yang tulus dan serentak, bersatunya rakyat Bekasi dalam satu Gerakan RP 5 M. Loh, apa itu ? Muahal sekali, sebuah perubahan dengan RP 5 M atau lima miliar rupiah ? Bukan itu maksudnya. Angka RP 5 M tidak ada hubungan dengan uang dan apalagi untuk ikut-ikutan memanfaatkan sarana, alat dan fasilitas uang jabatan atau pun dana APBD yang pada dasarnya merupakan uang hak dan miliknya rakyat yang sudah jauh-jauh hari dimanipulasi sebagai saran kampanye untuk memperkaya diri dan memperkuat kekuasaan partai ataupun kroninya.
Gerakan RP 5 M adalah Gerakan Revolusi Perubahan Lima Menit saja atau boleh disebut dengan Gerakan Revolusi Putih selama 5 Menit untuk mewujudkan 5 Misi mulia tujuan dan target bersama. Revolusi Perubahan Lima Menit, RP 5 M, adalah target dan tujuan bersama menciptakan perubahan dengan hanya lima menit di TPS pada saat hari Pemilukada secara langsung Insya Allah pada Maret 2012, untuk melawan wabah PEGAL dan GATAL agar tidak terjadi lagi dan tidak terulang lagi. Gerakan RP 5 M yang berarti Revolusi Putih merupakan gerakan perubahan yang dilandasi niat suci dan bersih, damai dan tenang, tanpa kekerasan dan jauh dari menghalalkan segala cara yang bertentangan dengan etika, moral dan akhlakul karimah.
Gerakan RP 5 M juga berarti sebuah gerakan bersama mewujudkan cita mulia, harapan baru dan mimpi bersama untuk mewujudkan :
1. Misi kepemimpinan yang bersih, bebas korupsi dan berintegritas, visioner dan mampu memberikan solusi tercepat dan terbaik berdasarkan aspirasi rakyat
2. Misi pembangunan yang pro rakyat di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan maupun pengembangan sumber daya manusia yang berpihak pada sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kemajuan Bekasi.
3. Misi penegakkan keadilan hukum, keamanan dan ketertiban, serta keharmonisan, kerukunan dan kedamaian di tengah masyarakat.
4. Misi percepatan pembangunan industri yang maju dan berdaya saing di tingkat nasional maupun internasional disertai pembangunan infrastruktur dan pranata modern dalam system transportasi, pelayanan dan akses terbaik bagi pengembangan dunia usaha.
5. Misi mewujudkan masyarakat Bekasi yang maju dan berperadaban dalam suasana aman dan damai, adil dan makmur serta maju dan demokratis.
Goalnya dari Gerakan RP 5 M adalah kemenangan rakyat, bangkitnya kedaulatan rakyat dan terbukanya jalan terang bagi masa depan Bekasi yang lebih baik bagi terbentangnya harapan baru dan kembalinya kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya.
Setelah melihat dengan mata hati dan nurani, mendengar dengan seksama, berempati atas segala beban derita dan nestafa rakyat Bekasi, serta dilandasi semangat, niat dan tekad bersama, yang juga setelah mendapatkan dukungan, aspirasi dan nasehat sebagai amanah yang memang berat namun amat mulia ini : dengan memohon izin dan ridla Allah Subhanahu wata’ala, Tuhan Yang Maha Esa seiring dengan memohon Doa restu, saran dan nasehat masyarakat Bekasi, pada Jumat, 11 Maret 2011 pukul 01.00 WIB, Bimillahirrahmanirrahim saya kembali terpanggil untuk memimpin GERAKAN RP 5 M untuk mengatasi wabah PEGAL dan GATAL di Kabupaten Bekasi.
Untuk itu saya mengajak semua Sahabat, menggugah semua Saudaraku, mengulurkan kedua tangan untuk bersama Rekan dan handaitaulan, semua warga Bekasi, untuk bersama menghimpun dan menyatukan niat tulus dan tekad bersama, berbagi dan mendermakan apapun yang dipunyai, termasuk COIN RP 5 M untuk beribadah dan mengabdi merajut agenda perubahan sebagai momentum sejarah yang tak kan terlupakan sepanjang sejarah perubahan di Bekasi. Meskipun sebutir pasir ataupun sebuah batu-bata, siapapun yang ikutserta membangun Rumah Perubahan Lima Menit (RP 5 M) akan mencatatkan sejarah monumental dan Insya Allah menjadi ibadah yang abadi bagi masa depan Bekasi yang terbaik. Amien.

Cibarusah, Jumat, Pukul 01.00, 11 Maret 2011
Penggagas/Pengawal Gerakan RP 5 M


H. MUNAWAR FUAD NOEH
www.munawarfuad.com / muna_fuad@yahoo.com /
Facebook :moon munawar fuad
HP. : +62 811 139 379
Saturday 5 June 2010
 Sekilas kulihat siaran televisi lokal yang memberitakan Rumah Keluarga Gubernur Papua Barat diamuk dan dilempari batu gara-gara melihat ada warga yang ditabrak oleh mobil yang "ber-plat merah".

Kita tidak tahu persis peristiwa yang melatar belakangi pelemparan batu tersebut, namun apapun kejadiannya yang mengusik nurani kita adalah "dimanakah kesantunan bangsa kita ini?".

Kalau ini tidak mau disebut sebagai kegagalan Pendidikan kita, lantas apakah yang harus dijadikan skala prioritas dalam mengatasi persoalan ini?
Kalau memang sulit untuk merubah karakter bangsa kita yang sudah remaja dan dewasa, kenapa kita tidak mau memulai  dari hal hal yang paling mendasar yakni memperbaiki struktur pendidikan di Usia Dini (TK, SD dan SMP?).


Matematika, IPA, Bhs.Indonesia, Bahasa Inggris mendapat tempat yang sangat layak di Ujian Nasional! Namun dimanakah posisi PKn dan Pendidikan Moral (Agama)?

Para Politikus di tingkat daerah sebenarnya punya cukup andil besar dalam melakukan pendidikan langsung kepada masyarakat. Namun sayang....kebanyakan para politikus tersebut lebih banyak yang melakukan pendidikan kurang terpuji kepada massyarakat. Banyak sekali Para Politisi yang gagal dalam Pemilukada menjadi pemicu atau penggerak demonstrasi yang brutal . Dalil dan argumentasinya macam-macam, ada yang mengatakan "Demokrasi", ada yang merasa "dicurangi" , namun pada dasarnya adalah pelampiasan ketidak puasan yang salah kaprah dan tak lagi proporsional. Apalagi pada demonya tersebut melibatkan "aktor bayaran"...halah.....
Thursday 3 June 2010
Menyeruak berita diberbagai media bahwa Anggota DPR meminta anggaran 15 Milyar per orang per tahun untuk Dana Alokasi Pembangunan Daerah Pemilihan darimana Asal Anggota DPR tersebut dipilih. Hal tersebut dikenal dengan sebutan "Dana Konstituen.Ini sebenarnya sudah menjadi rahasia umum di era reofrmasi . Dengan dalih sebagai dana pembangunan dan pengembangan Dapil, maka dana tersebut diminta "pengalokasiannya" oleh Anggota DPR.

Kalau dilihat dari tugas dan wewenang DPR sebagai lembaga legislasi sebenarnya ini merupakan pelanggaran terhadap sebuah fungsi konstitusi. DPR seharusnya bertugas menciptakan perangkat aturan dan pengawasan dalam pembangunan Indonesia baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik Biarlah para birokrat yang menjalankan tugas/action di lapangan.

Adanya permintaan tersebut ditenggarai oleh beberapa pihak sebagai akal-akalan anggota DPR untuk mengeruk/mengais sebagian dana dari APBN untuk dialirkan kepada Partainya, Kroninya dan atau bahkan koceknya sendiri. Tidak perlu dipungkiri bahwa "nanti" pada pelaksanaannya sang anggota tersebut akan terlibat/mencampuri dalam hal :
  • Daerah mana yang harus dibangun dengan dana alokasi tersebut.
  • Siapa Kontraktor / Lembaga yang akan menangani proyek pembangunan tersebut
Tidak perlu memungkiri, sebab pada kenyataannya seperti itulah yang terjadi baik ditingkat DPRD I, DPRD II dan kini DPR pusat.

Kenapa baru sekarang terjadi permintaan dana tersebut?

Dalam dua periode pemilihan 2004 dan 2009, banyak anggota DPR yang naik kelas dari DPRD I dan II. Sehingga menurut saya, "penyakit tersebut" ikut terbawa naik kelas. Kenikmatan selama ini di tingkat yang lebih rendah (I dan II) kini statusnya meningkat ke titik pusat kekuasaan.

Beberapa anggota DPR yang tidak setuju dengan ide ini, berargumen bahwa hal ini akan mengakibatkan :"Yang Kaya makin kaya , Yang Miskin makin miskin". Hal ini sangat masuk di akal , coba saja anda bayangkan dan atau bandingkan, berapa Anggota DPR asal Jawa Barat (misalnya) dibandingkan dengan Anggota DPR asal Papua? Tentunya Jawa Barat lebih banyak dibanding Papua, secara otomatis dana yang menggelontor ke Jabar-pun akan lebih besar dibanding ke Papua.

Kalau kita berfikir jernih, seharusnya kalau sudah jadi anggora DPR pola pikirnya jangan lagi ke dapil atau ke Partai, melainkan "RAKYAT INDONESIA dari SABANG hingga MERAUKE". Biarlah DAPIL dan PARTAI itu merupakan Ibu yang melahirkan dan membidani Anggota DPR. Tatkala sudah duduk di Senayan, alangkah baiknya berfikir NASIONAL saja.

Namun begitu, selalu saja akan jadi bahan perdebatan yang berkepanjangan, yang pada akhirnya dikembalikan lagi kepada Nurani masing masing Anggota Dewan, terutama yang mengusulkannya.

Kalau masih punya NURANI.

Cibarusah, Awal Juni 2010


About Me

My Photo
zappra
Ordinary People with Ordinary Thinking
View my complete profile